Minggu, 20 Desember 2009

distribusi pendapatan



BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah
Dalam beberapa dasawarsa terahir ini, negara-negara di dunia menaruh perhatian yang besar pada strategi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi negaranya, baik itu negara maju yang telah berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat, dan juga negara-negara sedang berkembang (NSB), namun, umumnya NSB memiliki permasalahan yang serius dalam pembangunan ekonominya. “Berbagai rupa masalah yang dihadapi negara-negara sedang berkembang sampai sekarang tetap berpokok pada tingkat hidup yang rendah dan tertekan. Sebagian besar penduduk negara-negara berkembang berada dalam keadaan yang ditandai ‘kemiskinan masal’ (mass poverty)” (Djojohadikusumo, 1986:1).
Lebih lanjut Djojohadikusumo (1986:11) menjelaskan bahwa
Tingkat hidup yang rendah dan tertekan mencerminkan sebab musabab yang lebih mendasar dan bersifat strukturil. Tingkat hidup yang rendah itu merupakan akibat dari serangkaian keganjilan dan kepincangan yang terdapat pada perimbangan-perimbangan keadaan yang menyangkut dasar dan kerangka susunan masyarakat sendiri.

Empat kepincangan dan keganjilan yang ada di NSB tersebut adalah:
1.Keganjilan dalam Perimbangan antara Keadaan Faktor-Faktor Produksi yang Tersedia dalam Masyarakat
Faktor produksi dalam hubungan ini ditafsirkan dalam arti luas, yaitu sebagai sumberrdaya produksi (productive resources) yang terdiri atas, Sumber daya alam (natural resources), sumber daya manusia (humah resources), Sumber daya modal (capital resources), dan ketrampikan atau keahlian (expertise), termasuk didalamnya teknologi.
Persoalannya adalah tersedia atau terbatasnya sumber daya tersebut dan perimbangan-perimbangan di antaranya. Secara umum dapat di katakan bahwa negara-negara berkembang mengalami kekuarangan modal dan keahlian atau ketrampilan kalau dibandingkan dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah dan kalau diukur dengan keharusan untuk meningkatkan penggunaan potensi sumber daya alam.
2.Kepincangan Tingkat Pertumbuhan Sektor-Sektor Kegiatan Ekonomi
Persoalan dalam hubungan ini adalah terdapat sektor kegiatan ekonomi yang tumbuh dengan pesat, namun disisi lain ada pula sektor kegiatan ekonomi yang tertinggal. Investasi yang digunakan pada masa lampau secara intensif justru di sektor-sektor yang terbatas, yaitu sektor perkebunan (pertanian yang terbatas) dan sektor pertambangan (sektor ekstraktif). Akibatnya sampai sekarang adalah bahwa sebagian besar penduduk masih tergantung dari sektor pertanian dan sektor-sektor yang dekat pada sektor-sektor pertanian. Di sektor tersebut pengangguaran tidak kentara semakin terasa karena penduduk bertambah dengan pesat. Di lain pihak sektor ekstraktif yang ekarang berkembang dengan pesat memerlukan modal yang besar, tetapi pada awal perkembangannya sektor ekstraktif masih kurang menyerap jumlah tenaga kerja, hal tersebut sama saja mempertajam ketimpangan dalam struktur ekonomi.
3.Kepincangan dalam Pembagian Kekayaan dan Pendapatan diantara Golongan-golongan Masyarakat
Persoalan dalam hubungan ini adalah hanya sebagian kecil masyarakat yang menguasai kekayaan dan menikmati sebagian besar pendapatan kalau dibandingkan dengan taraf hidup rakyat banyak. Kepincangan dalam pembagian pendapatan juga melekat pada pembagian antara berbagai daerah dan antara lingkungan desa dan kota. Suatu daerah ada yang berkembang pesat sedangkan di daerah lain masih tertinggal.
4.Kelemahan Kelembagaan dan Sifat Hidup Masyarakat
Pada masalah keempat ini lebih menitik beratkan dan merupakan faktor non ekonomis. Masyarakat NSB berada dalam pergolakan transisi, adanya kelemahan kelembagaan dan sifat hidup masyarakat kalau diuji dengan pertimbangan moderenisasi. Aspek-aspek tersebut kurang memadai dari sudut kelancaran pembangunan dan kemajuan masyarakat, moderenisasi masyarakat memerlukan perubahan dan penyesuaian, baik sikap kelakuan hidup masyarakat maupun pada kelembagaannya.
Serangkaian dalam pola dan susunan ekonomi masyarakat yang disebutkan di atas dapat dianggap sebagai akibat perkembangan sejarah negara-negara berkembang sebagai bekas jajahan. Di masa lampau pola dan cara penggunaan sumber daya masih diarahkan untuk lepentingan negara-negara penjajah. Bagaimanapun hal itu harus kita hadapi dan tanggulangi (Djaojohadikusumo, 1986:11-12).
Dari berbagai permasalahan di atas penulis menekankan pembahasan pada permasalahan kepincangan pembagian kekayaan dan pendapatan diantara golongan-golongan masyarakat di Indonesia. Untuk itu upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut harus sejalan dengan arah kebijakannya, yaitu yang berhubungan dengan berbagai upaya untuk menciptakan pembagian pendapatan yang lebih merata di masyarakat Indonesia.
Upaya-upaya tersbut anatara lain adalah dengan jalan pemberian kredit lunak dan penjamian kredit berbasis komunitas, program-program pengembangan UMKM yang bersifat padat karya, program pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan memberikan kemudahan dalam akses kesehatan dan pendidikan gratis, serta peran penting pemerintah dalam menjalankan program pemerataan tersebut, maka dari itu penulis mengambil judul untuk makalah yaitu” Berbagai Uapaya Mengatasi Ketimpangan Pembagian Pendapatan di Indonesia”.
Walaupun sampai saat ini banyak orang yang merasa apatis untuk mengemukakan berbagai ide pembangunan yang berupaya memberdayakan kelompok marginal tersebut, tetapi membiarkan keadaan yang tidak memungkinkan tercapainya optimalitas sumber daya nasional juga bukanlah sikap yang baik, karena hal tersebut dapat mendorong semakin cepat terjadinya keterpurukan ekonomi nasional, terutama di kalangan masyarakat kelas menengah dan kelas bawah.
B.Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagia berikut:
1.Bagaimanakah Pemerataan Pendapatan di Indonesia?
2.Apakah Faktor yang Menyebabkan Kepincangan Pembagian Pendapatan di Indonesia?
3.Apakah Dampak Ketimpangan Pembagian Pendapatan di Indonesia?
4.Bagaimanakan Teknik dan Bentuk Pemerataan Pendapatan di Indonesia?
5.Bagaimanakah Upaya-upaya yang Dilakukan Pemerintah untuk Menciptakan Pembagian Pendapatan yang Lebih Merata di Indonesia?
C.Tujuan Pembahasan
1.Untuk Mengetahui Pemerataan Pendapatan di Indonesia.
2.Untuk Mengetahui Faktor yang Menyebabkan Kepincangan Pembagian Pendapatan di Indonesia.
3.Untuk Mengetahui Dampak Ketimpangan Pembagian Pendapatan di Indonesia.
4.Untuk Mengetahui Teknik dan Bentuk Pemerataan Pendapatan di Indonesia.
5.Untuk Mengetahui Upaya-upaya yang Dilakukan Pemerintah untuk Menciptakan Pembagian Pendapatan yang Lebih Merata di Indonesia.
Teknis penulisan makalah ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Desertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Universitas Negeri Malang (UM, 2007).
BAB II
PEMBAHASAN

A.Pemerataan Pendapatan di Indonesia
Ketimpanagn pembagian pendapatan, kemiskinan, dan pengangguran merupakan masalah yang sedang dihadapi negara sedang berkembang, permasalahan ini merupakan permasalahan yang sangat komplek, sehingga dalam mengatasinya harus seimbang antara masalah yang satu dengan masalah yang lainnya agar tidak terjadi tradeoff.
Menurut Rhyme (2007) Ketimpangan pembagian pendapatan di Indonesia dapat di lihat dari tiga sisi. Yaitu:
1.Distribusi antar golongan pendapatan (size distribution of income) atau disebut dengan ketimpangan relatif.
2.Ketimpangan antar daerah (regional income disparitis) atau di sebut juga dengan ketidakmerataan pendapatan regional yaitu ketidakmerataan distribusi pendapatan antar lapisan masyarakat dan juga diantara wilayah-wilayah di Indonesia, ketimpangan terjadi baik dalam hal tingkat pendapatan masyarakat antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain maupun dalam distribusi pendapatan dikalangan penduduk masing-masing wilayah.
3.Ketimpangan distribusi antara lingkungan perkotaan dan pedesaan (urban-rural income disparities), atau di sebut juga dengan ketimpangan spasial yaitu ketidakmerataan pendapatan antar daerah yakni antara daerah perkotaan dan daerah perdesaan. Di negara Indonesia pembagian pendapatan relatif lebih merata di daerah pedesaan dari pada di daerah perkotaan, pembagian pendapatan di kalangan penduduk pedesaan jauh lebih baik dibandingkan mereka yang tinggal di daerah perkotaan.
Untuk mengetahui ketimpangan pembagian pendapatan di Indonesia, lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.

Sumber: BPS, 2008. Analisis dan perhitungan tingkat kemiskinan
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa ratio gini antara desa dan kota di indonesia dari bebarapa tahun terahir ini masih bersifat fluktuatif. Jika kita lihat ketimpangannya antara kota dan desa terlihat bahwa angka ketimpangan pada tahun 2007 mengalami kenaikan yaitu 0,376 dari 0,357 di tahun 2006, dan ketimpangan di kota dan desa juga mengalami kenaikan namun kita lihat angka ketimpangan pada tahun 2007 ini, di kota lebih tinggi yaitu 0,374 di bandingkan dengan daerah pedesaan yaitu 0,302 (Badan Pusat Statistik, 2008). Untuk melihat angka ketimpangan distribusi pendapatan secara menyeluruh kita dapat melihat pada tabel di bawah ini

Dari tabel di atas disebutkan bahwa pada tahun 2007 tingkat ketimpangan mencapai 0,37 dari 0,36 pada tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia ketimpangan masih terbuka dan terjadi peningkatan pada tahun 2007. Secara teori walaupun terjadi peningkatan, di Indonesia tingkat ketimpangan pembagian pendapatan dapat dikatakan relatif rendah atau sedang, yaitu masih dalam level 0,20-0,35 atau 0,36-0,49 (Badan Pusat Statistik, 2007). Hal ini jika kita lihat secara angka nominal.
Menurut Rachbini (2004:79-80) dalam bukunya menyatakan bahwa kesenjangan ekonomi dalam kenyataanya begitu lebar, hal ini karena. Pencacahan statistik masih belum menjangkau kelompok yang sangat kaya (super rich). Yang muncul pada laporan stastistik tersebut, hanya merupakan laporan pembagian pendapatan golongan menengah kebawah, angka sepeerti ini tidak jarang memberikan gambaran keadaan tingkat pemerataan pendapatan menjadi terlihat lebih baik, padahal kenyataan yang terjadi justru sebaliknya (sangat senjang).
Untuk melihat kesenjangan ekonomi yang terjadi di Indonesia sebenarnya tidak harus memakai angka resmi saja, karena ada keterbatasan yang menonjol untuk melihat fakta yang sangat luar biasa ini. Akan tetapi untuk melihat kesenjangan yang cukup jelas ini kita dapat melihat beberapa bukti mengenai keadaan yang nyata mengenai pemerataan yang ada di lingkungan masyarakat di berbagai daearah Indonesia, seperti contohnya, yaitu persebaran sumberdaya alam yang tidak merata di Indonesia menjadikan terjadinya suatu daerah yang perekonomiannya dapat berkembang dengan pesat. seperti di daerah-daerah yang ada di pulau Jawa, Bali, dan sebagian di Sumatra dan Kalimantan, disisi yang lain dapat kita lihat pula, bahwa di daerah lainnya masih ada daerah yang ekonominya sangat tertinggal seperti di Papua, NTT, NTB, dan di daerah pedalaman yang lain baik itu di Sumatra atau Kalimantan.
Contoh yang lainya adalah kesenjangan antara kawasan kota dan desa, pada umumnya di daerah perkotaan dapat berkembang dengan pesat karena banyak sektor-sektor perekonomian dan pembangunan yang masih berorientasi kedaerah perkotaan, dengan tekanan berat pada sektor industri yang terorganisir, dimana sumber-sumber daya lebih banyak diperioritaskan di daerah perkotaan dari pada pertimbangan pemertaan di daerah pedesaan. Daerah perkotaan sendiri terjadi ketimpangan antar penduduk kaya dan miskin yang tinggal didalamnya, dan di perkotaan umumnya memiliki ketimpangan yang lebih tinggi dari pada di daerah pedesaan.
Sedangkan di daerah pedesaan perlu adanya perhatian yang lebih untuk menciptakan pembagian pendapatan yang lebih merata, karena tidak sedikit daerah pedesaan yang berada dalam kondisi yang memprihatinkan (mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah). Dengan pengembangan daerah-daerah pedesaan maka pemerataan akan lebih mudah terlaksana dari pada hanya di prioritaskan di daerah perkotaan saja.
Ada hal yang sangat menonjol mengenai pembagian pendapatan di Indonesia, terlihat bahwa di satu sisi terdapat golongan kecil masyarakat yang menikmati sebagian besar pendapatan Nasional, namun disisi yang lain banyak masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan dan dalam kondisi sebagai pengangguran, baik itu pengangguran terbuka ataupun pengangguran terselubung.
Dalam majalah internasional Forbes, Lim (2007) menuliskan daftar orang-orang terkaya di dunia. Indonesia, untuk kali ini Forbes mengeluarkan daftar 40 orang terkaya di Indonesia, salah satu diantaranya diduduki oleh menteri koordinator kesejahteraan rakyat Indonesia, Aburizal Bakrie, dituliskan bahwa kekayaan uangnya menunjukkan angka yang sangat besar, mencapai US$ 5,4 miliar atau sekitar 48 triliun rupiah.
Jika kita bandingkan dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) disebutkan bahwa Jumlah penganggur pada Februari 2008 mencapai 9,43 juta orang, mencapai 8,46 persen. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42) persen. Maka hal ini akan terlihat sebuah ketimpangan pembagian pendapatan yang sangat lebar (Badan Pusat Statistik, 2008:2).
Hal ini jelas nampak sekali bahwa di Indonesia masih terdapat ketimpangan pembagian pendapatan yang cukup lebar. Penduduk miskin tersebut tersebar di seluruh daerah baik daerah perkotaan atau daerah pedesaan yang berada dalam setiap provinsi di Indonesia. Untuk lebih jelasnya di bwah ini terdapat tabel mengenai angka kemiskinan yang tersebar di daerah kota dan desa yang ada di seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2007 sampi tahun 2008.

Dari kedua tabel di atas dapat kita lihat bahwa Angka kemiskinan 2008 terendah dalam 10 tahun. Tetapi nilai kualitas penurunan ini masih relatif rendah. Ini karena pemerintah terkesan fokus pada pengejaran target penurunan angka kemiskinan secara nominal semata.
Joachim von Amsberg, Country Director Bank Dunia untuk Indonesia, dalam artikelnya menyebutkan bahwa ”esensi dari penurunan kemiskinan bukan sekadar penurunan angka nominal dari target, melainkan bagaimana pertumbuhan ekonomi dan program pengentasan kemiskinan dapat memberi nilai lebih secara merata kepada rakyat miskin” (Kusuma & Dewi, 2008).


Menurut Salim (1982:44) jika pemerataan pembangunan tidak dilakukan maka yang tertjadi adalah
Penduduk yang berpenghasilan tinggi bisa terus memperoleh bagian pendapatan yang semakin layak dan terus memanfaatkan pembangunan untuk kesejahteraan dirinya sendiri. Sehingga, mereka mampu berkembang terus dan memproleh sebagian besar pendapatan nasional, dengan begitu pola pembagian pendapatan akan semakin pincang, dan mereka yaang hidup di bawah garis kemiskinan akan semakin miskin dan tertinggal.
Golongan miskin inilah yang menderita dalam pembagian pendapatan selama proses pembangunan berlangsung. Jumlah mereka tidak saja besar tetapi karena pertumbuhan penduduk yang tinggi, menjadikan masa depan kelompok ini tidak semakin cerah malah bertambah suram dan menderita.

B.Faktor Penyebab Kepincangan Pembagian Pendapatan di Indonesia.
Masalah ketimpangan pembagian pendapatan yang ada di Indonesia tentunya bukanlah permasalahan yang terjadi begitu saja secara alamiah, melainkan perlu diidentifikasikan faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya ketimpangan tersebut.
Procovitch pernah menyampaikan beberapa dugaannya tentang sebab-sebab terjadinya kepincangan pembagian pendapatan, yakni ”faktor pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, perkembangan kota dan desa, serta sistem pemerintahan yang bersifat plutokratis” (Rhyme, 2007).
Kemudian pada tahun 1955 Prof. Simon Kuznets dari Universitas Harvard, mengembangkan dugaan-dugaan Procovich. Dalam hipotesanya, Kuznets menjelaskan bahwa pada tahap awal pembangunan ditandai dengan adanya tingkat pertumbuhan yang tinggi dan disertai dengan tingkat ketimpangan pendapatan yang tinggi pula. Kondisi tersebut akan berlangsung pada kondisi titik krisis teretentu, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan diikuti oleh semakin menurunya tingkat ketimpangan pendapatan.
Hepotesa Kuznets mengenai pemerataan pendapatan dan pembangunan ekonomi ini dikenal dengan hipotesa ”U” terbalik. Pola perkembangan ini menurut Kuznets tidak terlepas dari kondisi sosial dan ekonomi suatu masyarakat. Penyebabnya adalah terjadinya konsentrasi kekayaan pada kelompok atas (golongan kecil dari masyarakat) dan kurang efektifnya pajak yang progresif, dan terjadinya akumulasi pemilikan modal (Kuncoro, 2003:172-173).
Penyebab ketimpangan pembagian pendapatan juga dikemukakan oleh Irma Adelman & Cynthia Taft Morris (dalam Arsyad, 2004:226-227) mereka mengemukakan delapan penyebab ketimpangan distribusi pendapatan. Yaitu:
1.Pertumbuhan penduduk yang tinggi, mengakibatkan turunya pendapatan perkapita.
2.Inflasi dimana pendapatan yang rendah tetapi tidak diikuti pertambahan secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.
3.Ketidak merataan antar daerah.
4.Investasi yang sngat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal.
5.Rendahnya Mobilitas sosial.
6.Pelaksanaan Kebijakan Industri Subtitusi Impor, Bukan Promosi ekspor.
7.Memburuknya nilai tukar (term of trade) NSB dalam perdagangan Internasional dengan Negara-negara maju. Sebagai ketidak elastisan permintaan negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor dari NSB.
8.Hancurnya industri kerajinan rakyat, seperti Pertukangan, Industri Rumah tangga, dan industri kecil lainnya.

Kemudian Pada kontek mikro ekonomi, Menurut Sarjono dalam The Sultan Center (2009) mengemukakan pendapatnya, bahwa yang menjadi penyebab terjadinya ketimpangan pembagian pendapatan dan pembangunan ekonomi antar daerah pada umumnya, antara lain:
1.Keterbatasan informasi pasar dan informasi teknologi untuk pengembangan produk unggulan.
2.Belum adanya sikap profesionalisme dan kewirausahaan dari pelaku pengembangan kawasan di daerah.
3.Belum optimalnya dukungan kebijakan nasional dan daerah yang berpihak kepada petani dan pelaku swasta.
4.Belum berkembangnya infrastruktur kelembagaan yang berorientasi pada pengelolaan pengembangan usaha yang berkelanjutan dalam perekonomian daerah.
5.Belum berkembangnya koordinasi, sinergitas, dan kerjasama, diantara pelaku-pelaku pengembangan kawasan, baik pemerintah, swasta, lembaga nonpemerintah, dan petani, serta antara pusat, propinsi, dan kabupaten atau kota dalam upaya peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.
6.Masih terbatasnya akses petani dan pelaku usaha kecil terhadap modal pengembangan usaha, input produksi, dukungan teknologi, dan jaringan pemasaran dalam upaya pengembangan peluang usaha dan kerjasama investasi.
7.Keterbatasan jaringan prasarana dan sarana fisik dan ekonomi di daerah dalam mendukung pengembangan kawasan dan produk unggulan daerah.
8.Belum optimalnya pemanfaatan kerangka kerjasama antar daerah untuk mendukung peningkatan daya saing kawasan dan produk unggulan.
Kemudian pada kontek makro ekonomi, Dumairy (1996:54) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang layak dikemukakan untuk menerangkan mengapa ketimpangan pembangunan dan pemerataan pendapatan dapat terjadi. Faktor tersebut adalah. Pertama, karena ketidakmerataan anugerah awal (initial endowment) diantara pelaku-pelaku ekonomi. Sedangkan faktor Kedua, strategi pembangunan yang tidak tepat. Yaitu strategi cenderung berorientasi pada pertumbuhan (growth).
Ketimpangan pembagian pendapatan yang disebabkan dari strategi pembangunan yang tidak tepat yang telah dikemukakan oleh Dumairy tersebut pernah terjadi di Indonesia, yaitu, ketika Rezim Orde baru berkuasa, yang menganggap pertumbuhan ekonomi sebagai target keberhasilan pemerintah. Pada masa rezim baru berkuasa, sistem ekonomi yang diterapkan adalah sistem ekonomi liberal. Hal ini merupakan faktor politik penyebab ketimpangan di Indonesia, terlihat pada fenomena golongan elite yang menikmati sumber-sumber ekonomi publik secara berlebihan. Hal itu terjadi pada sisterm politik yang tertutup dan tidak demokratis.
Kebijakan yang sangat liberal dari rancangan teknokrat indonesia di zaman orde baru telah menghasilkan industrialisasi yang berujung pada kemenangan kaum kapitalis, Industriawan, merkantilis, dan para pemburu rente yang telah berkolusi dengan para penguasa. sehingga menimbulkan adanya konglomerasi pada golongan-golongan tertentu di masyarakat, adanya monopoli ekonomi, penguasaan perekonomian dari hulu sampai hilir, dan hancurnya industri-industri kecil, sehingga ketimpangan pembagian pendapatan malah semakin melebar.
Menurut Rachbini (2004:80) ”Sistem liberal yang pernah diterapkan di indonesia memperlihatkan dampak negatif berupa tingkat kesenjangan sosial ekonomi yang sangat tinggi antar lapisan...masyarakat”.
Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan saja, ternyata tidak mampu mengatasi persoala-persoalan yang terjadi di daerah, malah sebaliknya hanya memperkaya pelaku-pelaku ekonomi tertentu yang dekat dan mudah mendapatkan akses pembangunan secara gratis. Oleh karena itu, untuk dapat menghasilkan pembangunan ekonomi yang sebenar-benarnya dapat dirasakan oleh semua masyarakat, harus ada keberanian dari pemerintah daerah untuk mengubah cara pandang dan strategi pembangunan ekonominya kearah yang lebih sehat dan kompetitif dan merata.

C.Dampak dari Ketimpangan Pembagian Pendapatan di Indonesia
Ketimpangan pembagian pendapatan disebabkan oleh beberapa faktor yang berdampak pada pembangunan di Indonesia. Dampak ketimpangan pembagian pendapatan tersebut, antara lain :
1.Terjadi Kesenjangan Ekonomi dan Sosial
Kesenjangan sosial disebabkan oleh adanya sebagian besar pendapatan masih dikuasai oleh golongan masyarakat kaya. Sehingga terjadi ketimpangan di masyarakat. Penguasaan kekayaan yang terkonssentrasi pada sejumlah kecil golongan masyarakat yang menguasai sektor-sektor ekonomi, sehingga berakibat pula tingginya angka krmiskinan di Indonesia, walaupun beberapa tahun terahir ini angka kemiskinan relatif menurun, tetapi yang menjadi permasalahan adalah adanya golongan miskin yang berada di bawah garis kemiskinan yang menjadikan mereka semakin tambah miskin dari adanya pertumbuhan ekonomi.
2.Perbedaan Pendapatan Tiap Individu
Terjadinya pembagian pendapatan dan pemenuhan kebutuhan yang timpang antara golongan-golongan masyarakat. Di negara Indonesia masih banyak masyarakat yang belum bisa mendapatkan dan memenuhi haknya sebagai warga negara, seperti mendapat pekerjaan yang layak, yang dicerminkan dengan jumlah pengangguaran terbuka yang relatif besar, masih banyak anak bangsa yang belum menerima dan menikmati pendidikan, karena kekurangan dan keterbatasan masyarakat dalam membiayai anaknya. Begitu pula di bidang kesehatan, di daerah-daerah khususnya pedalaman akses pelayanan kesehatan masih sangat sulit dan minim sekali, berbeda dengan di daerah perkotaan yang pelayanan kesehatan sudah relatif terpenuhi. Hal seperti ini dapat menimbulkan keresahan dan kecemburuan sosial antar daerah yang akhirnya dapat mengganggu stabilitas nasional.

3.Desentralisasi Pembangunan Daerah
Adanya pembangunan yang terkonsentrsi pada suatu daerah tertentu yang mengakibatkan ketimpangan antar daerah, sehingga walaupun di daerah tersebut terjadi pertunbuhan ekonomi yang pesat namun di daerah lain ada yang tertinggal. Infrastruktur belum terpenuhi dan akses kebutuhan hidup masyarakatnya juga sangat minimal. Perbedaan tingkat pembangunan daerah, sumber daya alam, dan demografi pada tiap-tiap daerah menyebabkan UMR pada tiap-tiap daerah berbeda pula.

4.Belum Terlaksananya Pemerataan Pembangunan di Indonesia
Pembangunan perekonomian Indonesia belum terlaksana, disebabkan oleh kegagalan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di berbagai daerah. Pemerintah hanya memfokuskan pembangunan di daerah ibukota. Sedangkan daerah-daerah lainya yang juga berpotensi seperti Irian, Sumatera, Kalimantan, dan Nusa Tenggara belum dilaksanakan. Padahal di daearah-daerah tersebut memiliki potensi dan sumber daya alam yang melimpah.
D.Teknik dan Bentuk Pemerataan Pembagian Pendapatan di Indoneia
Teknik Pemerataan Pendapatan adalah cara yang digunakan untuk mengatasi ketimpangan pembagian pendapatan yang terjadi di Indonesia. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk distribusi pendapatan, antara lain :
1. Transfer Uang Tunai (NIT, Demogrant, WRS)
Transfer uang tunai merupakan pemberian subsidi berupa uang tunai kepada orang yang termasuk berpenghasilan rendah. Model transfer tunai dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
a.Model pajak pendapatan negatif (Negative Income Tax/NIT), maksudnya adalah bahwa pemerintah memberikan subsidi kepada penduduk yang dianggap tidak mampu. Persyaratannya adalah bahwa keluarga yang diberi subsidi merupakan keluarga yang penghasilannya di bawah pas-pasan dan nilai yang disubsidi adalah selisih antara penghasilan pas-pasan dengan penghasilan riil keluarga itu. Model NIT menguntungkan jika penghasilan keluarga yang bersangkutan itu rendah, semakin besar keluarganya semakin menguntungkan.
b.Model demogrant, yaitu suatu program subsidi uang tunai dimana semua anggota kelompok demografi menerima subsidi uang tunai yang sama, tanpa membedakan tingkat penghasilan mereka. Kelompok demografi adalah kelompok penduduk yang pendapatannya berada di bawah penghasilan pas-pasan. Persyaratannya adalah bahwa batas penghasilan pas-pasan ditetapkan pemerintah, yang disubsidi adalah keluarga di bawah penghasilan pas-pasan dan subsidi dihitung per jiwa dalam bentuk rupiah, model ini menguntungkan jika penghasilannya tetap, dan pemerintah menetapkan besarnya subsidi per jiwa tinggi. Namun sulit menetapkan dengan tepat besarnya subsidi perjiwa dalam rupiah.
c.Model subsidi upah (Wages Rate Subsidies/WRS), yaitu subsidi yang diberikan kepada buruh yang bekerja harian dan penghasilannya di bawah upah pas-pasan, semakin banyak upah buruh (sepanjang masih di bawah upah pas-pasan, semakin sedikit subsidinya), namun subsidi maksimum juga ditetapkan dan upah minimum juga harus ditetapkan oleh pemerintah, selanjutnya setiap tambahan upah minimum disubsidi.
2. Transfer Uang dan Barang
Dalam realisasinya, transfer uang tunai sebagaimana tersebut di atas, dapat juga diberikan sebagian dalam bentuk barang, hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir penyimpangan, karena nyatanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah biasanya tidak langsung dapat diterima oleh masyarakat. Maka dari itu, pemerintah harus lebih selektif dalam menyalurkan bantuan. Jadi ini memiliki maksud pemberian subsidi yang sesungguhnya. Yaitu salah satunya melalui:
a.Pajak pendapatan progresif langsung, dikarenakan pada perorangan dan perusahaan, dalam pengertian bahwa golongan yang lebih kaya dituntut untuk membayar persentase yang lebih besar dari total pendapatannya, dibandinkan golongan yang lebih miskin.
b.Pemberian atau penyediaan langsung barang-barang konsumsi perorangan dan jasa bagi golongan ekonomi lemah, merupakan sarana penting lain dari suatu kebijakan yang dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan. Misalnya penyediaan pusat-pusat kesehatan masyarakat di desa dan wilayah pinggiran kota, program peningkatan gizi balita, penyediaan air bersih dan listrik masuk desa.

3. Program Kesempatan Kerja (PEP)
Kesempatan kerja merupakan hal yang sangat didambakan bagi orang yang belum bekerja. Pemerintah harus menyediakan lapangan kerja dengan tingkat upah tertentu, tetapi dalam kenyataan program penciptaan kesempatan kerja pada sektor pemerintah maupun swasta di negara berkembang bahkan di negara maju sekalipun mengalami kesulitan. Di beberapa negara maju, mereka yang menganggur mendapat tunjangan atau subsidi (Basroni dkk, 2009:5-7).
Lebih lanjut mengenai bentuk pemerataan pendapatan di Indonesia, Dumairy (1996:55) dan Isnani (1996:132) menyatakan bahwa, sebenarnya Indonesia sudah berupaya untuk mewujudkan pemerataan ini. Dengan membuat rancangan kebijakan-kebijakan yang dapat menciptakan pembagian pendapatan yang lebih merata, kebijakan tersebut yang dikenal dengan ”Delapan Jalur Pemerataan”. Kebijakan ini telah dicangkan, sejak Pelita III. Yaitu:
1.Pemerataan pemenuhan kebutuhan rakyat banyak, khususnya pangan, sandang, dan perumahan.
2.Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3.Pemerataan pembagian pendapatan.
4.Pemerataan kesempatan kerja.
5.Pemerataan jesempatan berusaha.
6.Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7.Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
8.Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan..
Delapan unsur pemerataan tersebut tidak semuanya merupakan aspek ekonomi, tetapi juga untuk melaksanakan pembangunan sekaligus untuk mengurangi atau ”meghilangkan” kesenjangan sosial. Meskipun komitmen sudah ada dan rencana sudah teretuang (dalam Repelita III). Namun, kita juga harus melihat tantangan dan hambatan dan tidak bisa menganggap ringan dalam tantangan dan hambatan pemerataan pembagian pendapatan.
Salim (1982:67) mengungkapkan mengenai penerapan delapan jalur pemerataan, yaitu sebagai berikut.
Delapan jalur pemerataan harus diwujudkan dalam ruang lingkup dengan berbagai ragam keseimbangan, seperti: keseimbangan-keseimbangan antara pusat dan pinggiran (periphery), antara kota dan desa, antara berbagai macam suku-suku bangsa yang yang terdapat di tanah air kita, antara kepentingan masyarakat kaya dan masyarakat miskin, antara konsumsi dan investasi, antara kebutuhan masa kini terhadap kebutuhan masa nanti, antara eksploitasi sumber daya alam terhadap konservasi sumberdaya alam, antara pembangunan dari atas dan dari bawah, dan seterusnya.

Untuk mengatasi penyebab ketimpangan yang dikemukakan oleh Kuznet berkaitan dengan hipotesa U terbaliknya, Kuncoro (2003:186) menjelaskan adanya strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi penyebab ketimpangan pembagian pendapatan dari Hipotesa U terbalik Kuznets, Kuncoro melihat dari bukti empiris pengalaman-pengalaman negara-negara Asia Timur yang menunjukkan bahwa pemerataan dan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan bersamaan. Seperti yang dilakukan Taiwan pada awal pembangunannya. Pertama, transfer surplus modal dan tenaga kerja dari sektor pertanian keindustri berjalan dengan baik. Kedua, industrialisasi bersifat padat karya dan berorientasi ekspor. Ketiga, pengembangan industri di daerah pedesaan. Keempat, adanya program pemerataan kepemilikan lahan (land Reform).
Namun secara umum ada tiga ciri utama dalam pembangunan di Asia Timur. Pertama, adanya liberalisasi ekonomi yang kuat sehingga mempengaruhi pembangunan industri di Asia Timur. Kedua, kebijakan yang digunakan untuk memperbaiki sistem industrinya termasuk kebijakan transfer teknologi dan penelitian dan pengembangan (LITBANG), pembangunan industri strategik, dan membuat kelompok industri ( Industrial Clusters). Ketiga, dengan menerapkan strategi jaringan regional (regional networking) (Masuyama dalam Kuncoro, 2003:186).
James Weaver, Kenneth Jameson, dan Richard Blue mengemukakan tujuh model pembangunan mengenai strategi pembangunan negara-negara Asia Timur, yang menunjukkan pembangunan yang menekankan pentingnya pemerataan pendapatan atau harta produktif, prioritas pembangunan pada sektor pedesaan, dan realokasi dana investasi ke golongan miskin setrategi tersebut adalah:
1.Pembangunan yang mengutamakan penciptaan lapangan kerja, antara lain dengan mendorong penggunaan teknik-teknik produksi yang padat karya dalam pertumbuhan pertanian, dan membantu kegiatan sektor informal.
2.Pembangunan yang mengutamakan penyaluran kembali investasi untuk membantu golongan penduduk miskin, antara lain melalui reorientasi investasi dari proyek-proyek besar ke proyek-proyek yang langsung membantu golongan miskin, seperti pendidikan, kesehatan, perkreditan.
3.Pembangunan yang tertama bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar dari seluruh penduduk, yaitu pangan, sandang, pemukiman, kesehatan, pendidikan, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.
4.Pembangunan yang mengutamakan pengembangan sumber-sumber daya manusia yang harus didahului oleh redistribusi harta produktif, termasuk perluasan penyediaan kesempatan memperoleh pendidikan, sebelum dilakukan usaha pengembangan sumber-sumber daya manusia.
5.Pembangunan yang mengutamakan perkembangan pertanian dulu sebelum bisa mencapai pertumbuhan dengan pemerataan, khususnya dengan usaha land reform.
6.Pembangunan yang mengutamakan pembangunan pedesaan terpadu yang menekankan bahwa berbagai usaha pokok sangat di perlukan untuk keberhasilan pembangunan disertai pemerataan yaitu land reform, penggunaan teknik produksi yang padat karya oleh petani kecil, pembangunan prasarana oleh pekerja pertanian yang setengah menganggur, pengolahan jadi secara padat karya, usaha berdikari, pelaksanaan oleh suatu badan pemerintah yang melintasi yuridiksi kementrian lain, dan perencanaan regional yang mencakup hubungan antara ibukota dan desa-desa.
7.Pembangunan yang mengutamakan penataan ekonomi internasional baru yang menekankan bahwa konteks atau lingkungan internasional harus diubah dulu sebelum strategi pembangunan disertai pemerataan dapat berhasil (Rhyme, 2007).
Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan saja, ternyata tidak mampu mengatasi persoalan-persoalan yang terjadi di daerah, malahan sebaliknya hanya memperkaya pelau-pelaku ekonomi yang dekat dengan pemerintah, sehingga mendapatkan akses pembangunan scara gratis, oleh karena itu untuk menghasilkan pembangunan eknomi yang sebenar-benarnya dapat dirasakan oleh semua masyarakat.

E.Upaya-upaya Pemerintah dalam Pemerataan Pendapatan di Indonesia.
Dari berbagai upaya-upaya di atas, pada intinya strategi yang dilakukan pemerintah Indonesia saat ini dapat digolongkan pada beberapa hal yaitu: Pemerintah dapat merealisasikannya dengan program-program seperti a) Kredit lunak dan penjaminan kredit berbasis komunitas. b) Pemerintah menjalankan berbagai program pembangunan padat karya dan pengembangan usaha atau industri-industri kecil. c) Pemerintah memberikan jaminan akses kebutuhan dasar bagi rakyat bawah. d) Pemerintah bekerja sama dengan swasta lokal dan asing untuk menjalankan program corporate social responsibility (CSR). e) Pemerintah konsisten dan mewujudkan kebijakan penegakan hukum dan keadilan Ekonomi. Program-program tersebut akan dijelaskan seperti di bawah ini
1.Program Pemberian Jaminan Akses Kebutuhan Dasar bagi Rakyat Bawah
Langkah awal dalam upaya pemerataan pendapatan di masyarakat adalah dengan memenuhi kebutuhan rakyat terlebih dahulu, kebutuhan tersebut adalah mencakup kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan), akses kesehatan dan pendidikan.
Menurut Hakim (2009:2) sejak Dr. H. Susilo Bambang Yudoyono menduduki kursi kepresidenan pada tanggal 20 Oktober 2004, pemerintah menetapkan program pemerataan pembagian pendapatan dengan memprioritaskan rakyat bawah yang dikenal dengan program ”prorakyat” yang terbagi dalam tiga kluster. Kluster I, program untuk membantu rakyat secara langsung. Kluster II, program memberdayakan rakyat untyuk mandiri. Kluster III, program untuk memantapkan kemandirian melalui pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Strategi pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yang dilakukan pemerintah diantaranya adalah, Bantuan langsung Tunai (BLT) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari rakyat, Bantuan Tunai Bersyarat (BTB) atau disebut juga Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan sosial (social security), Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) dan Beasiswa untuk memenuhi akses pendidikan bagi mereka yang kurang mampu, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk memenuhi kebutuhan akses kesehatan secara gratis.

a.Upaya Pemenuhan Kebutuhan Pokok masyarakat
Dalam hal ini pemerintah dapat Peningkatan jumlah produksi bahan pangan, dibarengi dengan perbaikan infrastruktur pertanian, pengembangan benih-benih unggul, pengembangan teknologi pertanian, dan pemberian insentif bagi petani misalnya melalui pemberian pupuk urea bersubsidi. Oleh karena itu, harus ada keberpihakan pemerintah dalam menekan biaya produksi dan pemasaran produk pertanian, termasuk pengaturan tata niaga, agar daya saing komoditas pertanian semakin kuat.
Selain itu pemerintah dapat memberikan Subsidi pangan dalam bentuk barang diberikan pemerintah dalam bentuk penyediaan bahan pangan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat miskin, misalnya melalui penyediaan beras murah untuk masyarakat miskin (Raskin) dan operasi pasar murah minyak goreng. Sedangkan subsidi dalam bentuk uang dapat diberikan kepada konsumen sebagai tambahan penghasilan, misalnya melalui pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) ataupun kepada produsen untuk dapat menurunkan harga barang.
Untuk Program Bantuan langsung tunai (BLT) ternyata kurang efektif sebagai upaya pemerataan pendapatan dan meredam kemiskinan seluruhnya. Seperti kita lihat dari angka-angka press-release Badan Pusat Statistik (2007), di mana tingkat kemiskinan akan menjadi 23.1 persen tanpa program BLT, sementara realitanya adalah 17,75 persen, maka secara kasar, efektivitas program BLT hanyalah 67 persen. Subjektif, memang jika kita harus menilai apakah tingkat efektivitas ini baik atau buruk. Tapi yang pasti, jika tujuannya efektif meredam semua dampak kemiskinan, program BLT belum berhasil.
Ada banyak alasan yang bisa menjadi penyebab tidak efektifnya program BLT, salah satunya, adalah jumlah nominal BLT yang terlalu seragam, khusus untuk daerah perkotaan, biaya listrik, angkutan dan minyak tanah (barang-barang yang paling terkena dampak naiknya harga BBM) mempunyai pengaruh yang cukup besar, sementara untuk daerah perdesaan pengaruhnya relatif kecil (kurang dari 2 persen). Orang miskin perkotaan lebih rentan daripada di pedesaan. Semestinya, nominal BLT-nya tidak disamakan dengan di pedesaan, kemudian Yusuf (2006) menyimpulkan bahwa ”orang miskin di perkotaan under compensated sementara dibeberapa kabupaten di pedesaan over compensated oleh BLT”.
Program BLT pada tahun 2009 hanya di berikan hanya bulan semester pertama saja. Koordinator peneliti P2E LIPI Wijaya Adi mengungkapkan untuk tahun depan angka kemiskinan mungkin meningkat seiring dengan dicabutnya bantuan langsung tunai (BLT). Pasalnya, menurunnya angka kemiskinan selama semester I 2008 terjadi, karena pengaruh BLT yang menaikkan pendapatan masyarakat miskin. "Kalau tahun depan BLT dihentikan, jumlah penduduk miskin otomatis melonjak," (Kusumo & Dewi, 2008).
Sebenarnya pemerintah ingin tetap melanjutkan program itu tapi hal itu tidak disetujui oleh DPR. Tapi kita juga harus Ingat bahwa BLT merupakan program yang sifatnya adhoc, kondisional, dan temporer, maka dari itu pemerintah berniat mengggantinya dengan kebijakan-kebijakan yang lebih struktural seperti program padat karya atau pengembangan kecamatan atau program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) mandiri.
Tapi BLT juga harus tetap di berikan, BLT ini cocok diberikan kepada orang-orang yang secara fisik tidak lagi kuat bekerja, seperti manula atau mereka yang mengalami cacat fisik sehingga tidak mampu mengikuti program padat karya.

b.Upaya Pemenuhan Akses Kesehatan
Dalam kaitan pemenuhan akses kesehatan masyarakat pemerintah menerapkan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang merupakan program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu, peserta jamkesmas adalah mereka yang telah terdaftar dan memiliki kartu jamkesmas, dan mereka berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari rumah sakit atau puskesmas, sedangkan untuk rakyat miskin yang belum atau tidak terdaftar dapat membawa surat keterangan tidak mampu (SKTM) atau surat keterangan miskin (SKM). jika ada rumah sakit atau puskesmas yang menolak pasien miskin, maka Departemen kesehatas (DEPKES) akan memberikan sanksi moral dan memasukkan rumahsakit tersebut dalam daftar hitam.
Dalam pelaksanaan program ini pemerintah telah mengalokasikan anggaran kepada DEPKES yang jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya, yakni, Rp 5,8 Triliun di tahun 2005, lalu meningkat menjadi Rp 12,1 Triliun (2006), Rp 16,0 Triliun (2007), Rp 16,0 Triliun (2008), dan Rp 30,2 Triliun di tahun 2009. yang di berikan pada keluarga miskin. Yang menjadi sasaran jamkesmas juga meningkat dari tahun ke tahun. Yaitu, 36,1 juta orang (2005), lalu menjadi 60 juta orang (2006) , dan 74,6 juta orang (2007), untuk tahun 2008 dan 2009 sama dengantahun 2007 yaitu 74,6 juta orang (hakim, 2009:2).

c.Upaya Pemenuhan Akses Pendidikan
Dalam nubungan ini pemerintah harus mengupayakan perluasan dan pemertaan kesempatan bagi semua masyarakat untuk memperoleh pendidikan, dan meningkatkan kemampuan akademik serta pendidikan yang bermutu tinggi. Salah satu sara yang dapat ditempuh adalah dengan memberdayakan sekolah-sekolah baik swasta maupun negeri dengan memberikan bantuan sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar disemua jenjang pendidikan dari prasekolah sampai perguruan tinggi. Dengan memberikan subsidi kepada sekolah, sehingga bisa lebih mudah dijangkau oleh masyarakat, khususnya golongan miskin, serta menerapkan layanan alternatif pendidikan bagi mereka yang kurang beruntung (masyarakat miskin, terisolir, masyarakat di desa-desa terpencil, termasuk anak jalanan) seperti SD/MI terpadu, guru kunjung atau sistem tutorial, SD pamong, kelas jauh, serta sekolah sekolah terbuka.
Selain itu dengan jalan memberikan beasiswa (pembebasan biaya pendidikan) bagi siswa yang berprestasi dan tidak mampu dari jenjang dasar sampai perguruan tinggi, karena tidak sedikit dari mereka yang terpaksa harus mengorbankan dirinya untuk tidak menikmati pendidikan sampai tuntas karena masalah kekuarangan biaya.
Memberikan kemudahan bagi semua kalangan untuk menikmati pendidikan, karena pendidikan merupakan investasi masa depan yang dapat digunakan sebagai bekal untuk mengembangkan dirinya sehingga dengan pemerataan pendidikan ini diharapkan pertumbuhan ekonomi negara akan lebih cepat.

2.Program Kredit Lunak dan Penjaminan kredit Berbasis Komunitas
Dalam hubungan ini sebenarnya pemerintah pernah menerapkan kebijakan yang sejenis melalui program Kredit BIMAS sekitar tahun 70an sampi 80an melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI), namun program ini ternyata tidak menuai hasi yang dinginkan karena beberapa faktor. Menurut Robinson (2004:230-244) penyebab dari kegagalan itu adalah sasaran program tidak kompatibel, kredit masih terikat pada paket input, Bimas tidak Menjangkau banyak rakyat bawah, manajemen yang lemah mendorong terjadinya korupsi, dan kurangnya SDM yang mengelola BRI Unit secara efektif.
Program pemberian kredit lunak dan kredit berbasi komunitas ini perlu sekali dilakukan sebagai salah satu cara menciptakan pembagian pendapatan. Karena sampai saat ini terjadi problema klasik bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan tetesan pendapatan melalui kredit lunak dari perbankan atau lembaga keuangan, kanrena minimnya penjaminan dan kegamangan sebagian besar kelompok usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Menurut Teuku Syarif 1990 (dalam Situmorang, 2007:3) bahwa realita dan fakta menunjukkan keadaan yang berbeda, sebagian besar rakyat Indonesia khususnya kelompok UMKM sangat sulit untuk mendapatkan pinjaman dari bank-bank umum. Kondisi ini dikarenakan ganjalan struktural berupa persyaratan yang harus dipenuhi oleh debitur. Ironisnya kendala itu sendiri timbul dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mensyaratkan bank dalam memberikan kredit mengikuti prinsip kehati-hatian atau ketentuan keamanan kredit. Prinsip tersebut dalam dunia perbankan yang dikenal dengan sebutan The Five ”C” of Credit, kelima persyaratan kredit dimaksut adalah Character (performa dari peminjam), Capital (pemilikan aset), Colateral (agunan), Capasity of repayment (kemampuan membayar) dan Condition of economics (kondisi perekonomian), tiga dari lima ketentuan tersebut sangat sulit atau tidak mungkin dipenuhi oleh mereka yang tergolong UMKM.
Selain itu kendala program ini adalah sikap perbankan lembaga keuangan mikro yang kurang kooperatif. Perbankan khawatir jika program ini dijalankan tanpa reserve, yang akan terjadi adalah praktek tidak konservatif, yang mengingkari asas prudensial, bila itu terus didorong, level kredit bermasalah (nonperforming loan) melonjak dan konndisi perbankan dalam bahaya (Media Indonesia, 2009).
Menurut Partadiredja (1992:392) untuk mengatasi hal tersebut, perbankan harus memberikan kemudahan bagi rakyat bawah untuk menerima tetesan dana pinjaman, dengan cara memberikan sumber pinjaman yang mudah, cepat, dan tepat serta mudah dijangkau kalangan bawah. Kemudian Robinson (2004:173) menyatakan, Indonesia sebenarnya membutuhkan model solid yang harus diciptakan sendiri yang dibutuhkan untuk menyediakan layanan keuangan mikro bersekala besar dan berkesinambungan bagi mayarakat tidak mampu yang aktif secara ekonomi. Sejak tanggal 5 Nopember 2007 yang lalu Presiden SBY meresmikan pelaksanaan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kebijakan ini tentunya merupakan angin segar yang sudah lama ditunggu oleh masyarakat, khususnya usaha mikro dan usaha kecil.
Dengan kebijakan KUR, UMKM akan terhindar dari kendala aturan-aturan perbankan yang menyulitkan mereka untuk mendapatkan pinjaman modal dari lembaga keuangan formal (LKF), karena dalam program KUR pemerintah telah menitipkan uang (yang berasal dari APBN) sebesar Rp. 1,4 triliun pada lembaga lembaga penjaminan, dengan harapan bank-bank nasional yang dilibatkan dalam program tersebut akan mampu memberikan pinjaman kepada UMKM.
Menurut Wayan Suarja (dalam Sitomurang, 2007:2) Program KUR khusus ditujukan untuk memperkuat permodalan kelompok UMKM. Program ini akan didukung oleh 6 bank umum yang ada di Indonesia yaitu BRI, BNI, BTN, Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, dan Bukopin, serta dua perusahaan penjaminan yaitu Perum Sarana Pengembangan Usaha dan P.T. Asuransi Kredit Indonesia. Lebih lanjut, Hakim (2009:2) menyebutkan bahwa “Khusus KUR di bawah 5 Juta akan di layani oleh bank BRI tanpa Angunan, cukup dengan melampirkan dokumen pendukung berupa fotocopy KTP, KK, surat keterangan usaha, dan usahanya minimal telah berjalan selama 6 bulan”.
Menurut Teuku Syarif dan Wayan Suarja (dalam Situmorang, 2007:3) bahwa untuk menjembatani saling kepercayaan diantara Pihak Bank dengan Konsumen (UMKM), dalam hal ini pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan, terutama dalam bentuk UU Perbankan (terakhir UU Nomor 10 Tahun 1998), dan berbagai kebijakan moneter lainnya yang memungkinkan masyarakat dapat mengambil pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan formal. Yang perlu diperhatikan atau dikaji dalam hal ini adalah seberapa jauh pemerintah telah mengeluarkan kebijakan moneter yang menjamin bahwa semua warga negara (terutama UMKM), dapat memanfaatkan pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan formal (khususnya) bank, baik untuk keperluan konsumsi maupun keperluan produksi.
KUR sebagai suatu solusi untuk mengatasi masalah kesulitan UMKM mendapatkan akses kepada sumber-sumber permodalan. Satu hal lagi yang perlu dikedepankan dari awal adalah adanya indikator keberhasilan yang bersifat baku dan merupakan cerminan pencapaian tujuan program. Key Performance Indicator ini harus disusun dari sekarang dengan memperhatikan tujuan akhir yang hendak dicapai dan bukan tujuan antaranya. (Wayan Suarja dalam Situmorang, 2007:10).
Kebijakan program KUR untuk UMKM, merupakan cermin keinginan yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk menciptakan pembagian pendapatan yang lebih merata dan mewujudkan keadilan ekonomi melalui usaha memberdayakan UMKM. Menurut Maky & Mutmainnah (2009:2) “Kebijakan KUR juga dapat mendidik UMKM untuk menuju bankable”. Diibaratkan dengan sekolah, KUR yang diberikan kepada UMKM ini masih setingkat dengan TK (taman kanak-kanak), jika UMKM di rasa telah mampu mengembangkan uasahanya maka akan ditawarkan ke kelas yang lebih tinggi dengan pinjaman yang lebih besar pula, sampai UMKM tersebut benar-benar dapat berkembang secara mandiri.

3. Program Padat Karya dan Pengembangan Usaha atau Industri Kecil
Menurut Dinas Koperasi dan UKM propinsi Jawa Barat (2006) Ada beberapa alasan mengapa usaha kecil perlu dikembangkan. Pertama, Usaha Kecil menyerap banyak tenaga kerja. Dengan adanya perkembangan usaha kecil menengah akan menimbulkan dampak positif terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja dan pengurangan jumlah kemiskinan. Dengan modal yang sedikit bisa membangun usaha kecil, teknologi yang digunakan sangat sederhana sehingga bersifat padat karya, yang memerlukan banyak tenaga kerja. Kedua, Pemerataan dalam distribusi pembangunan. Lokasi UKM banyak di pedesaan dan menggunakan sumber daya alam lokal. Dengan berkembangnya UKM maka terjadi pemerataan dalam distribusi pendapatan dan juga pemerataan pembangunan, sehingga akan mengurangi diskriminasi spasial antara kota dan desa. Ketiga, Pemerataan dalam distribusi pendapatan. UKM sangat kompetitif dengan pola pasar hampir sempurna, tidak ada monopoli dan mudah dimasuki (barrier to entry). Pengembangan UKM yang melibatkan banyak tenaga kerja pada akhirnya akan mempertinggi daya beli. Hal ini terjadi karena pengangguran berkurang dan adanya pemerataan pendapatan yang pada gilirannya akan mengentaskan kemiskinan.
Untuk itu perlu adanya strategi yang tepat untuk memperdayakannya. Menurut Kuncoro (2000:9) strategi pemberdayaan yang telah diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan dalam:
a.Aspek managerial yang meliputi: peningkatan produktivitas, meningkatkan kemampuan pemasaran, dan pengembangan sumberdaya manusia.
b.Aspek permodalan, yang meliputi: bantuan modal dan kemudahan kredit.
c.Mengembangkan program kemitraan dengan besar usaha baik lewat sistem nak angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (forward linkage), keterkaitan hilir-hulu (backward linkage), modal ventura, ataupun subkontrak.
d.Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan apakah berbentuk PIK (Pemukiman Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri Kecil), SUIK (Sarana Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI (Tenaga Penyuluh Industri).
e.Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha Bersama), KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan).
Sehubungan dengan hal tersebut upaya pemerintah dalam melaksanakan progam sesuai atau tidak jauh beda dengan hal ini adalah, melalui penerapkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Perdesaan) merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat pemerataan pendapatan, penanggulangan kemiskinan, dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. Program ini dilakukan untuk lebih mendorong upaya peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat di perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari PNPM Mandiri dan telah dilakukan sejak 1998 melalui Program Pengembangan Kecamatan.
Program pemberdayaan masyarakat ini memusatkan kegiatan bagi masyarakat Indonesia paling miskin di wilayah pedesaan. Program ini menyediakan fasilitasi pemberdayaan masyarakat/kelembagaan lokal, pendampingan, pelatihan, serta dana Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM) kepada masyarakat. Dalam PNPM Mandiri Perdesaan, seluruh anggota masyarakat diajak terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. Sejak 1998-2007, program pemberdayaan masyarakat terbesar ini telah menjangkau lebih dari separuh desa termiskin di tanah air. Pada 2008, PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan di 35.530 desa miskin di Indonesia atau 56,6% dari total desa di tanah air. Dan pada tahun 2009 sekitar 5.720 kecamatan dan mencdapat PNPM mandiri rata-rata besaran 3 milyaran/kecamatan (Wikipedia, 2007).
PNPM Mandiri adalah adalah program yang dilaksanakan oleh 13 Departemen/kementrian dan 1 lembaga yang mencakup bidang-bidang yang sesuai kebutuhan rakyat miskin danpedesaan. Yaitu:
1.Departemen dalam negerei (Depdagri) melaksanakan program pemberdayaan kecamatan (PKK).
2.Departemen Sosial (Depsos) melaksanakan program pemberdayaan fakir miskin melalui bantuan langsung pemberdayaan Sosial (PPFM-BLPS).
3.Departemen Kehutanan (Dephut) melaksanakan program pembentukan kelompok usaha produktif (KUP) dan Sentra penyuluhan kehutanan pedesaan (SPKP). Program pemberdayaan masyarakat di areal ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) HTI, dan program pembangunan hutan Rakyat.
4.Departemen Tenaga kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) melaksanakan program pengembangan wilayah pedesaan (PWP) program pengembangan wilayah tertinggal (PWT).
5.Kementrian negara lingkungan hidup (Kemeneg LH) melaksanakan program pemberdayaan masyarakat pemukiman pengelolaan lingkungan hidup (PLH) perkotaan, dan pemberdayaan masyarakat dalam pegelolaan lingkungan hidup (PLH) pedesaan.
6.Departemen Budaya dan pariwisata (Depbudpar) melaksanakan program fasilitasi pengembangan destinasi pariwisata unggulan.
7.Departemen perdagangan melaksanakan program peningkatan pemberdayaan masyarakat pedesaan (P3MP).
8.Badan koordinasi keluarga berencana Nasional (BKKBN) melaksanakan program ketahanandan pemberdayaan keluarga.
9.Kementrian negara pembangunan daerah tertinggal (Kemeneg PDT) melaksanakan program percepatan pembangunan daerah tertinggal dan Khusus (P2DTK/SPADA).
10.Departemen pertanian melaksanakan program pngembangan agribisnis Pedesaan (PUAP).
11.Departemen pekerjaan Umum (DPU) Melaksanakan program pengembangan infrastruktur pedesaan (PPIP), program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP), dan program pembangunan infrastruktur sosial ekonomi wilayah (RISE).
12.Departemen Kelautan dan perikanan (DKP) melaksanakan program pemberdayaan ekonomi Pesisir (PEMP).
13.Kementrian Negara pemberdayaan Perempuan (Kemeneg PP) melaksanakan program Model Desa prima (Perempua Indonesia Maju Mandiri).
14.Kementrian negara perumahan rakyat melaksanakan program pembangunan perumahan swadaya (Sambung Hati 9949, 2009).
Tujuan dari program PNPM mandiri pedesaan ini adalah sebagai salah satu upaya pemerataan pendapatan dan juga pengembangan sektor-sektor ekonomi yang semakin meluas dan juga memperluas kesempatan usaha dan membuka lapangan kerja baru di pedesaan. Meningkatkan kemampuan belanja rumah tangga perdesaan. Meningkatkan kapasitas, kinerja lokal dan kelembagaan serta pembentukan model perencanaan dan pembiayaan partisipatif. Meningkatkan akses ke pasar, pusat kota, fasilitas pendidikan dan kesehatan. Meningkatkan tingkat pengembalian investasi. Penghematan biaya dalam pembangunan sarana dan prasarana desa. sehingga masyarakat miskin memiliki keahlian yang dapat dijawantahkan bagi perolehan penghasilan.
4.Pemerintah Bekerja Sama dengan Swasta Lokal dan Asing untuk Menjalankan Program Corporate Social Responsibility (CSR)
Dengan adanya program pemerintah yang bekerja sama dengan swasta lokal dan asing untuk menjalankan program Corporate social responsibility (CSR) di harapkan golongan masyarakat bawah, buruh, dan usaha-usaha bisa mendapatkan kesempatan untuk ikut dalam kegiatan ekonomi yang produktif secara keseluruhan, bukan segelintir pengusaha yang mendapat perlakuan khusus (corner of previlage). Kemudian Rachbini (2004:79) menyimpulkan bahwa ” pelaksanaan prinsip tanggungjawab sosial ....menjadi tumpuan dan jaminan bahwa segenap lapisan masyarakat secara keseluruhan bisa menikmati hasil-hasil pembangunan ekonomi yang tengah dilakukan”.
Untuk itu pemerintah harus mampu bekerja sama dengan swasta lokal dan asing untuk menjalankan program Corporate social responsibility (CSR), bahkan kalau perlu mewajibkan persentase laba bersih untuk kegiatan CSR melalui pola bapak angkat dalam kegiatan ekonomi. CSR selanjutnya dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tanggungjawab sosial untuk membantu mengembangkan dunia usaha kecil menengan UMKM dan korporasi. Program ini dijadijakan CSR sebagai tanggungjawab yang melekat pada setiap perusahaan untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

5.Pemerintah Konsisten dan Mewujudkan Kebijakan Penegakan Hukum Dan Keadilan Ekonomi
Dalam hubungan ini maka peran pemerintah sangatlah besar, sebagai pembuat strategi dankebijakan-kebijakan dalam menciptakan pembagian pendapatan di golongan masyarakat yang lebih merata, dan berperan secara aktif dalam pelaksanaan program pemerataan pendapatan di masyarakat, serta secara konsisten dan mewujudkan penegakan hukum, sehingga dunia usaha nasional dan asing dapat melakukan usaha secara berkesinambungan untuk menciptakan lapangan kerja secara luas dan terciptanya pemerataan pendapatan.
Salim (1982:25) mengemukakan bahwa ”proses pemerataan pendapatan tidak diserahkan pada mekanisme pasar semata, tetapi memerlukan campur tangan pemerintah yang secara sadar mengarahkan kebijakan dan strategi perencanaan pembangunan pada terciptanya proses pemerataan pendapatan”.
Pemerintah dapat mewujudkan pemerataan pendapatan melalui kebijakan-kebijakan yang telah di buatnya, contohnya seperti pernyataan Anggito Abimanyu dalam menerapkan kebijakan stimulus fiskal berjalan dalam perekonomian Indonesia. Anggito berpendapat bahwa ”Dengan adanya stimulus fiskal, akan banyak tenaga kerja di sektor formal yang bisa ditampung di sektor informal. Peralihan itu dibiayai oleh stimulus. Jika semua program itu segera berjalan, tingkat kemiskinan seharusnya bisa ditekan” (Kompas, 2009). Sehingga upaya menciptakan pemeratan akan tercapai.
Stimulus tersebut diarahkan, antara lain pada rehabilitasi jalan kabupaten, bandar udara, pelabuhan, dan pembangunan rumah susun sederhana sewa, dan infrastuktur-infrastruktur yang membantu tertciptanya kelancaran kegiatan ekonomi khususnya di daerah yang masih tertinggal. Sehingga dapat mendukung proses pemerataan dan pertumbuhan ekonomi.
Upaya pemerataan pembagian pendapatan di Indonesia yang di lakukan pemerintah, sampai saat ini dapat di katakan belum merata dan belum menuai hasil yang memuaskam. Namun perlu kita perhatikan bahwa pemerintah telah berupaya melakukan pemerataan pendapatan dengan meningkatkan anggaran yang telah di tetapkan untuk program-program yang dapat menciptakan pemerataan di Indonesia dan juga berbagai kebijakan-kebijakan yang mengenai pemerataan sudah mulai mengarah pada pemerataan pembagian pendapatan dan lebih mengutamakan pereknomian rakyat secara menyeluruh.
Untuk mewujudkan upaya pemerataan tersebut, tentunya ada suatu hal harus di lakukan yaitu kerja sama antara pemerintah dan semua golongan masyarakat baik perusahaan, pengusaha besar, menengah, dan kecil, atau pun masyarakat luas secara bersama-sama melaksanakan program tersebut, sekaligus sebagai pengontrol jalanya pelaksanaan pemerataan di Indonesia.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal Bahwa upaya pemerataan pembagian pendapatan di Indonesia masih ”belum merata” (belum berhasil), sampai saat ini pemerintah Indonesia masih dalam tahapan proses menciptakan pembagian pendapatan merata.
Berbagai upaya yang dapat di lakukan pemerintah dalam menciptakan pembagian pendapatan di indonesia yang lebih merata dengan melalui program-program prorakyat. Diantaranya:
1.Pemerintah memberikan jaminan akses kebutuhan dasar bagi rakyat bawah, seperti kebutuhan hidup sehari-hari, akses pendidikan, dan kesehatan melalui program prorakyat seperti Bantuan langsung Tunai (BLT) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari rakyat, Bantuan Tunai Bersyarat (BTB) atau disebut juga Program Keluarga Harapan (PKH), Jaminan sosial (social security), Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) dan Beasiswa untuk memenuhi akses pendidikan bagi mereka yang kurang mampu, Jaminan Kesehatan Masyarakat (jamkesmas) untuk memenuhi kebutuhan akses kesehatan secara gratis.
2.Pemerintah merealisasikannya dengan program-program kredit lunak dan juga penjaminan kredit berbasis komunitas, sehingga kredit tetap pada sasaran dan ada mekanisme pengawasan dari komunitas untuk mengurangi korupsi.salah satu program pemerintah adalah dengan menjalankan program Kredit Usaha rakyat (KUR).
3.Pemerintah menjalankan berbagai program pembangunan padat karya dan pengembangan industri-industri kecil melalui segenap pelatihan di balai karya yang memberikan pelatihan keterampilan khusus,dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM Mandiri Pedesaan) sehingga masyarakat miskin memiliki keahlian yang dapat dijawantahkan bagi perolehan penghasilan.
4.Pemerintah bekerja sama dengan Perusahaan swasta lokal dan asing untuk menjalankan program corporate social responsibility (CSR), bahkan kalau perlu mewajibkan persentase laba bersih untuk kegiatan CSR melalui pola bapak angkat dalam kegiatan ekonomi. CSR selanjutnya dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tanggungjawab sosial dalam membantu mengembangkan sentra Usaha kecil dan menengah UMKM.
5.Pemerintah memiliki peranan yang sangat besar, sebagai pembuat strategi dankebijakan-kebijakan dalam menciptakan pembagian pendapatan di golongan masyarakat yang lebih merata, dan berperan secara aktif dalam pelaksanaan program pemerataan pendapatan di masyarakat, serta secara konsisten dan mewujudkan penegakan hukum, sehingga dunia usaha nasional dan asing dapat melakukan usaha secara berkesinambungan untuk menciptakan lapangan kerja secara luas dan terciptanya pemerataan pendapatan.
Dengan demikian, kebijakan pemerataan pendapatan akan menghasilkan manfaat ganda, yaitu mengurangi kemiskinan pada jangka pendek dan mempercepat proses pengurangan kemiskinan di masa mendatang. Jadi, program pengurangan ketimpangan kemakmuran melalui pendistribusian kembali kekayaan dan program kebijakan pertumbuhan yang prorakyat miskin akan mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

B.Saran
1.Dalam upaya pemerataan pembagian pendapatan antar golongan masyarakat. Maka pemerintah harus bersungguh-sungguh melaksanakan program yang telah di tetapkannya, dan adanya dukungan dari semua masyarakat.
2.Penulis sarankan pada pembaca untuk memperkaya bacaan mengenai strategi pemerataan pendapatan dari para pakar ekonomi, agar pemahaman dan pengetahuan menganai pemerataan pendapatan menjadi lebih luas.


DAFTAR RUJUKAN

Arsyad, L. 2004. Ekonomi Pembangunan. Edisi keempat, Cetakan kedua. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Basroni, R, dkk. 2009. Pemerataan Pendapatan dan Keadilan Ekonomi. Makalah disakikan dalam Diskusi Kelompok pada matakuliah Ekonoi Politik, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang, Malang, 6 April.

Badan Pusat Statistik, 2007. Berita Resmi Statistik: Analisis dan perhitungan tingkat kemiskinan. (Online), (http://www.bps.go.id, diakses 29 Maret 2009).

Badan Pusat Statistik, 2008. Berita Resmi Statistik: Perkembangan beberapa Indkator Uatama Sosial Ekonomi Indonesia, (Online), (http://www.bps.go.id, diakses 29 Maret 2009).

Dinas Koperasi dan UKM, 2006. Mengapa Industri Kecil Perlu dikembangkan, (Online), (http://www.smecda.com/kajian/files/kjdaerah/Jabar_5.htm, diakses 27 maret 2009).

Djojohadikusumo, S. 1986. Indonesia dalam Perkembangan Dunia Kini dan Masa Datang. Jakarta: LP3ES.

Dumairy. (Ed.). 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Hakim, A.R. 19-25 Januari 2009. Rakyat Miskin Menikmati Pengobagtan Gratis di Era SBY. Sambung Hati 9949. IV (4):2.

Isnani, G. 1996. Ekonomi Pembangunan: Sebuah Pengantar untuk Memahami Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia. Malang: FPIPS IKIP MALANG.

Kompas, 13 Februasri 2009. Kemiskinan Bertambah; Pastikan Semua Proyek Padat Karya Segera Berjalan. Kompas. (Online), (http://Kompas.com, diakses 8 April 2009 ).

Kuncoro, M. 2000. Usaha Kecil di Indonesia; Profil, Masalah dan Strategfi Pemberdayaan. (Online), (http//:geocities.com/gondhorio/journal-html-362k, diakses 25 April 2009)

Kuncoro, M. 2003. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: UUP AMP YKPN.

Kusumo,G. & Dewi, A. 2009. Angka Kemiskinan 2008 Terendah dalam Sepuluh Tahun, Jurang Pendapatan Melebar, (Online), (http://unisosdem.org/ \ekopol_detail.php.htm, di akses 27 Maret 2009).

Lim, R. 2007. Orang-orang Terkaya di Indonesia, (Online), (http://rudyhdlim.wordpress.com/2007/12/15/orang-orang-terkaya-di- indonesia, diakses 29 Maret 2009).

Maky, A & Mutmainah, M. 19-25 Januari 2009. ”Kredit Berbunga Ringan” di Cilegon Membantu Pengusaha Kecil Berkembang. Sambung Hati 9949. IV (4);5.

Media Indonesia, 29 Juli 2008. Kredit Usaha Rakyat Kecil, (Online), (http://epajak.org/abg/free-monitor-blog/kredit-usaha-rakyat-kecil, diakses 8 April 2009).

Partadireja, A. 1992. Kredit Desa; Sistem Ijon. Dalam Wijay, F.M. & Hadiwigeno, S, Ekonomi Moneter dan Perbankan (hlm. 392), Yogyakarta: BPFE.

Rachbini, D.J. 2004. Ekonomi Politik: Kebijakan dan Strategi Pembangunan. Jakarta: Granit.

Rhyme, 2007. Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan, (Online), (http://one.indoskripsi.com/distribusi-pendapatan-dan-pemerataan-pembangunan.htm, diakses 27 Maret 2009).

Robinson, M. S. 2000. Revolusi Keuangan Mikro Volume 2; Pelajaran dari Indonesia.Terjemahan oleh Pasha Agoes. 2004. Jakarta: Salemba Empat.

Rohim, R. 5 Maret 2007. Membangun Ekonomi Bangsa. Menggugat ’keagungan’ Pertumbuhan Ekonomi, (Online), (http://www.bisnis.com/servlet/page?_ pageid=127&_dad=portal30&_schema =PORTAL, diakses 27 Maret 2009).

Salim, E. 1982. Perencanaan Pembangunan dan Pemerataan Pendapatan. Jakarta: Yayasan Idayu.

Sambung Hati 9949, 25-31 Januari 2009. Apakah Kecamatan Tempat Tinggal Kita Telah Tersentuh PNPM Mandiri?, (Online), (http://www.sahara-9949.info, diakses 13 April 2009).

Situmorang, J. 2007. Model Perkreditan Dan Komitmen Bank Dalam Mendukung Pemberdayaan Umkm, (Online), (http://www.smecda.com/deputi7/file_ Infokop/VOL15_02/9_%20Janes.pdf, di akses 29 Maret 2009).

The Sultan Center. 2009. Menyoal Ketimpangan Pembangunan, (Online), (http://thesultancenter.blogspot.com/2009/02/menyoal-ketimpangan-pembangunan.html, diakses 29 Maret 2009).


Universitas Negeri Malang. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, Desertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Edisi Keempat, Cetakan Ketiga. Malang: Biro Administrasi Akademik, Perencanaan dan Sistem Informasi bekerja sama dengan Penerbit Universitas Negeri Malang.

Yusuf, A.A. 01 Oktober 2006. Kemiskinan dan Efektifitas BLT, (Online), (http:// http://newspaper.pikiranrakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=63912, diakses 8 April 2009).

Wikipedia, 2007. PNPM Mandiri Pedesaan, (Online), (http://id.wikipedia.org, diakses 29 Maret 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar